Wednesday 14 September 2016

May Allah Always Protect from Evil Creatures


AKHLAK BAIK dan BURUK
A. Akhlak Baik
· Q.S Al-Baqarah [2]: 83


وَإِذْ أَخَذْنَا مِيْثَاقَ بَنِيْ إِسْرَآئِيْلَ لَاتَعْبُدُوْنَ إِلَّااللهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِيْنِ وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيْمُواالصَّلَاةَ وَآتُواالزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّاقَلِيْلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُوْنَ.

“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.”

Tafsir ibnu Katsir
Dalam ayat ini Allah menerangkan tugas yang diwajibkan-Nya kepada semua umat manusia dengan perantaraan para nabi dan rasul yang di utus-Nya, yaitu mengabdikan diri hanya kepada Allah, takut dan mengharap hanya pada Allah, serta berbakti kepada kedua orang tua, dan berbuat baik kepada semua manusia.

Ibnu Mas’ud r.a bertanya, “Ya Rasulullah apakah amal yang paling utama?” jawab Nabi saw, “Shalat tepat pada waktunya”. Ditanya lagi, “Kemudian apa?” jawab Nabi saw “Berbakti kepada ayah dan ibu” ditanya lagi “Kemudian apa?” jawab Nabi saw “Jihad di jalan Allah”. (H.R Bukhari-Muslim)

Seseorang bertanya kepada Nabi saw, “Ya Rasulullah, kepada siapa saya harus berbakti?” jawab Nabi saw “Kepada ibumu” Ia bertanya lagi, “Kemudian kepada siapa?” jawab Nabi saw, “Ibumu” Ia bertanya lagi, “Kemudian kepada siapa?” jawab Nabi saw, “Kepada ayahmu, kemudian kerabat yang terdekat denganmu, lalu kerabat yang dekat denganmu”.
Al-Hasan al-Bashri mengartikan وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا ialah: “Amar ma’ruf nahyi munkar, serta sabar dan suka memaafkan”.. Abu Dzar menuturkan, bahwa Rasulullah saw bersabda’:

لَاتَحْتَقِرَنّض مِنَ الْمَغْرُوْفِ شَيْئًا وَإِنْ لَمْ تَجِدْفَالْقَ أَخَاكَ بِوَجْهٍ مُنْطَلِقٍ (رواه مسلم والترمذي)

“Jangan sekali-kali kamu meremehkan suatu hal yang ma’ruf (baik) barang sedikitpun. Apabila kamu tidak menemukannya, maka sambutlah saudaramu dengan wajah yang berseri”.
Perintah untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia itu lebih dikuatkan lagi dengan perintah yang lebih operasional sifatnya, yaitu perintah shalat dan zakat. Jika keduanya dijalankan sesuai dengan perintah Allah, maka terlaksanalah pengertian menyembah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia.
Tetapi mereka (Bani Israil) mengabaikan perintah itu dan berpaling darinya, kecuali sebagian kecil atau sedikit sekali dari mereka yang masih patuh.[1]
· Q.S Al-Baqarah [2]: 263

قَوْلٌ مَعْرُوْفٌ وَمَغَغْفِرَةٌ خَيْرٌمِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَآأَذًى وَاللهُ غَنِيٌّ حَلِيْمٌ (البقرة ٢٦٣)

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.”
Tafsir Ibnu Katsir
قَوْلٌ مَعْرُوْفٌ artinya “kalimat yang baik dan do’a bagi orang yang muslim”. Dan minta maaf itu lebih baik daripada bersedekah yang diikuti dengan mengungkit-ungkit atau penghinaan.
Abu Dzar r.a mengatakan, bahwa Rasulullah saw bersabda :

ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَايَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَايُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَلِيْمٌ: اَلْمَنَّانُ بِمَاأَعْطَى وَالْمُسَبِّلَ إِزَارَاهُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحِلْفِ الْكَاذِبِ.

“Ada tiga macam orang yang tidak diajak bicara oleh Allah di hari kiamat, bahkan Allah tidak akan melihat dengan rahmat kepada mereka, tidak dibersihkan (dibebaskan), dan untuk mereka siksa yang sangat pedih, yaitu: orang yang selalu mengungkit-ungkit pemberiannya, orang yang menurunkan kainnya hingga di bawah mata kaki, orang yang menjual dagangannya dengan sumpah palsu.”
Abu Darda r.a mengatakan, bahwa Rasulullah saw bersabda:

لَايَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَاقٌّ وَلَامَنَّانٌ وَلَامُدْمِنُ خَمْرٍوَلَامُكَذِّبٌ بِقَدَرٍ. (رواه ابن مردويه وأحمدوابن ماجه)

“Tidak akan masuk surga orang yang durhaka terhadap ayah dan ibu, orang yang selalu mengungkit-ungkit pemberiannya, orang yang suka minum khamr, dan orang yang mendustakan takdir Allah”.
Karena itulah Allah memperingatkan: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebut dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang riya karena ingin mendapat pujian dari orang lain, bukan Karena dorongan iman kepada Allah dan hari kemudian”.
Sebagaimana batalnya sedekah orang-orang yang riya, demikian pula batal sedekah orang yang mengungkit-ungkit sedekahnya atau menghina orang yang disedekahi. Sebab, orang yang berbuat karena riya itu hanya ingin dikenal sebagai dermawan dan selalu dipuji orang, sama sekali tidak terdorong untuk mendapat keridhaan Allah atau ingin pahala di hari akhir.[2]
قَوْلٌ مَعْرُوْفٌ kata-kata manis, atau tolakan yang halus kepada si peminta. Seperti perkataan, “Semoga Allah memberi rizki kepada anda”, atau “Kembalilah kepadaku lain waktu”, dan lain sebagainya.
مَغَغْفِرَة menutup-nutupi hal-hal yang telah dilakukan si peminta, seperti merengek-rengek ketika ia sedang meminta-minta, hal yang ini amat malu jika rahasianya dibuka.
خَيْر lebih bermanfaat dan banyak faedahnya.

B. Akhlak Buruk

· Q.S al-Baqarah [2]:188
وَلاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِلْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ .

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamudengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.

Tafsir Ibnu Katsir
Ibnu Abbas mengatakan, bahwa ayat ini berkenaa dengan seseorang yang punya hutang, tetapi tidak ada buktinya. Lalu ia mengingkari hutangnya dan membawa perkaranya kepada hakim, padahal ia ingat bahwa ia memang punya hutang dan tahu bahwa ia berada di pihak yang salah dan makan harta haram.

Ummu Salamah r.a mengatakan, bahwa Rasulullah bersabda;

“Ingatlah bahwa sesungguhnya aku seorang manusia, dan sering datang kepadaku orang-orang yang berselisih. Mungkin yang satu lebih pandai mengemukakan alasan daripada lawannya sehingga aku memenangkannya. Maka barang siapa yang aku menangkan padahal hal itu berarti mengambil hak seorang muslim, maka itu sama dengan aku memberi padanya sepotong api neraka, terserah kepadanya untuk diterima atau di tinggalkannya”. (H.R Bukhari, Muslim)

Ayat dan hadits ini menunjukan bahwa putusan seorang hakim tidak mengubah hakikat hukum syari’at, yakni tidak dapat mengubah yang haram menjadi halal atau sebaliknya, meskipun pada lahirnya dapat berlaku. Jika keputusan itu tepat lahir batinnya, maka itulah yang benar. Jika tidak, maka bagi hakim tetap mendapat pahala ijtihad, sedangkan dosanya ditanggung oleh penipunya.
Qatadah berkata, “Ketahuilah, bahwa putusan hakim tidak dapat menghalalkan apa yang haram, dan tidak dapat membenarkan apa yang batil. Hakim hanya menghukum menurut apa yang dapat di dengar, dilihat, dan disaksikan oleh para saksi, dan hakim itu manusia biasa yang bisa benar atau salah. Karena itu, ketahuilah barang siapa yang merasa bahwa ia dimenangkan dalm kebatilan, maka perkaranya belum selesai, dan akan dilanjutkan kelak dihadapan Allah”.[3]
Dha_'Athirah

No comments:

Post a Comment